Oke. Mungkin hal
pertama yang terlintas dipikiran kalian tentang postinganku kali ini itu
sindiran buat pasangan yang dimabuk asmara di luar sana. Tapi tunggu, sebelum
kalian ngehakimin aku yang enggak2, ada baiknya kamu baca dulu sampai akhir,
hehe.
Oh ya, aku tegasin, di
sini aku nggak akan menyinggung masalah hukum agama mengenai status pacaran
karena menurutku aku pun belum se-suci itu buat ngebahasnya. Dan, bukan juga
untuk menyebarkan persepsi bahwa pacaran itu salah dan menjadi jomblo itu
benar. SAMA SEKALI ENGGAK. Aku
cuma mau meyakinkan bahwa tolak ukur kebahagiaan tidak harus melulu soal
pacaran.
Jika liat judulnya,
sudah pasti kamu mengambil kesimpulan bahwa aku ini seorang jomblo. Memang
benak kok, aku mengakui itu dari lubuk hati terdalam :p
Manusia emang pada
dasarnya gak bisa hidup tanpa cinta. Tapi, manusia bisa hidup tanpa pacar!
Cinta itu bisa hadir dari siapa saja, bisa dari teman, keluarga, bahkan
tetangga sekalipun. Itulah sebabnya kita tidak bisa hidup tanpa cinta. Dan
pacar, memang apa yang akan terjadi jika tak punya pacar?
Punya pacar mungkin akan memberi warna yang berbeda
dikehidupan, akan ada suatu rasa yang disebut “bahagia”. Tetapi jangan lupa,
pacar tidak selamanya akan membahagiakan!
Bagi kebanyakan orang,
menjadi ‘jomblo’ berarti menjalin persahabatan dengan kesepian dan sendiri. Aku
pun tidak mengelak, karena kadang merasakan hal itu.
But, hidup bukan semata-mata hanya
tentang cinta dari pacar, kan?
Aku enggak menghakimi kamu jika kamu saat ini telah/pernah/sedang
berpacaran. Toh, semua itu hak kamu.
Kadang, yang bikin aku
kesel itu anggapan kalau jomblo itu nggak laku, menyedikan, bla bla bla. Bisa
dari temen deket atau keluarga sendiri. Itu pengalaman pribadiku. Bahkan sering
ibuku membanding-bandingkan aku dengan anak lainnya, “Si A aja udah gonta-ganti
pacar, masa kamu engga pernah?” atau “Tau engga anaknya Bu C yang masih SMP, dia aja bawa pacarnya maen ke
rumah, kamu yang udah kuliah kalah!” Mungkin hal itu merupakan bentuk perhatian dan
kekhawatiran seorang ibu kepada anak putrinya. Namun, seringkali omongan itu
menggiringku untuk mengakui bahwa menjadi jomblo itu menyedihkan. Misalnya aja :
“Coba
aja aku punya pacar, pasti ada yang ngajakin aku jalan.”
“Andai
aku punya pacar, aku pasti punya temen chat buat ngobrol dan ada yang perhatiin
aku.”
“Percuma
ngekode terus, dia gak bakal peka sama aku.”
Come on guys, kalau
pikiran kalian sehari-hari cuma tentang pacar, kapan kalian ini akan maju?
Seringkali ada beberapa
temenku yang curhat tentang pacarnya yang menjengkelkan atau betapa kesalnya
dia karena sikap pacarnya yang enggak sesuai sama keinginannya.
“Aku
bête banget sama dia, dia tuh suka ngilang kalo aku lagi butuh, huh.”
“Dia
possessive banget sama aku, masa dia marah-marah gak jelas cuma karna aku pergi
bareng sama cowo, padahal itu buat ngerjain tugas.”
“Kayanya
dia selingkuh deh, tadi aku liat di story nya ada cewe cantik.”
“Aku
udah bosen sama dia, apa aku putus aja ya? Tapi aku ga enak, dia udah baik sama
aku selama ini.”
Dari situ situ aku berpikir.
Apakah dengan punya
pacar sudah pasti aku terbebas dari kesedihan ?
Memang benar, dari segi
psikologis ketika bersama orang yang kita sayangi atau cintai (konteksnya pacar
ya) maka perasaan bahagia lebih mudah tercipta dibanding ketika kita masih
sendiri. Tapi, jika memang belum ada yang bersedia menemani, kenapa tidak kita
menciptakan kebahagiaan itu sendiri?
Tetapi seringkali aku
liat, pacaran cuma buat mendapatkan status agar disegani dan ajang pamer
semata. Bisa juga, pacaran hanya dijadikan untuk memanfaatkannya saja.
Contohnya pacar hanya dijadiin abang gojek/gofood pribadi (?) buat teman antar jemput
ke kampus, naktir makan sama minum, temen chat pas bosen, ngajakin jalan.
Mereka mencoba mengesampingkan perasaan mereka yang pada akhirnya hanya membuat
kedua belah pihak merasa sakit hati nantinya.
Daripada memaksakan diri buat pacaran, lebih baik kita
menunggu sampai jodoh itu bertemu dengan kita. Yakinlah bahwa suatu saat, pada
waktu, tempat, dan kondisi yang tepat dia akan menjemput kita.
Dan untuk menunggu tersebut perbaikilah diri kalian terlebih dahulu dan
nikmatilah banyak waktu untu diri sendiri, atau istilah kerennya Me Time.
Remaja sekarang ini
seharusnya bisa merubah standarisasi kebahagiaan, bukan hanya tentang romansa
picisan. Karena, masih banyak hal di luar sana yang belum kita ketahui dan
masih perlu kita eksplorasi.
Lagipula,
lebih baik menunggu sedikit lebih lama untuk cinta yang halal, bukan?